Sabtu, 27 Maret 2010

Kerangka Debu Di Balik Hujan

Kerangka debu di balik hujan
Adalah kau berjubah lumpur
Menaiki mimbar waktu
Di hadapan juta mata air mata
Tak ada bentuk berimu rupa
Hilang kau dalam semua
Hanya sisa warna kelam di ujung mata
… kau
Hanya tinggal kusam catatan
Dalam lembar-lembar padah
Dan aku
Hanya memanggil-manggilmu dalam doa

Cinta Sejati

Sekitar dua puluh tahun yang lalu, Ami sedang menjalankan semester terakhir dan berusaha menyelesaikan skripsi. Disaat itu pula, 2 minggu yang akan datang, Ami akan dipersunting oleh seorang pria yang bernama Iman. Ami dan Iman telah berpacaran selama 7 tahun. Iman merupakan teman SD Ami. Mereka telah kenal selama 14 tahun. Masa 7 tahun adalah masa pertemanan, dan kemudian dilanjutkan ke masa pacaran. Mereka bahkan telah bertunangan dan 2 minggu ke depan, Ami dan Iman akan melangsungkan ijab kabul. Entah mimpi apa semalam, tiba-tiba Ami dikejutkan oleh suatu berita. Adiknya Iman: Mbak Ami, Mbak Ami. Mas Iman…Mas Iman….kena musibah!
Ami: Innalillahi wa inna illahi roji’un…
Saat itu Ami tidak mengetahui musibah apa yang menimpa Iman. Kemudian sang adik melanjutkan beritanya…
Adiknya Iman: Mas Iman…kecelakaan…dan..meninggal…
Ami: Innalillahi wa inna illahi roji’un…
…dan Ami kemudian pingsan… Setelah bangun, Ami dihadapkan oleh mayat tunangannya. Ami yang shock berat tak bisa berkata apa-apa. Bahkan tidak ada air mata yang mengalir. Ketika memandikan jenazahnya, Amit terdiam. Ami memeluk tubuh Iman yang sudah dingin dengan begitu erat dan tak mau melepaskannya hingga akhirnya orang tua Iman mencoba meminta Ami agar tabah menghadapi semua ini. Setelah dikuburkan, Ami tetap terdiam. Ia berdoa khusyuk di depan kuburan Iman. Sampai seminggu ke depan, Ami tak punya nafsu makan. Ia hanya makan sedikit. Ia pun tak banyak bicara. Menangis pun tidak. Skripsinya terlantar begitu saja. Orangtua Ami pun semakin cemas melihat sikap anaknya tersebut. Akhirnya bapaknya Ami memarahi Ami. Sang bapak sengaja menekan anak tersebut supaya ia mengeluarkan air mata. Tentu berat bagi Ami kehilangan orang yang dicintainya, tapi tidak mengeluarkan air mata sama sekali. Rasanya beban Ami belum dikeluarkan. Setelah dimarahi oleh bapaknya, barulah Ami menangis. Tumpahlah semua kesedihan hatinya. Setidaknya, satu beban telah berkurang.
…tiga bulan kemudian…
Skripsi Ami belum juga kelar. Orangtuanya pun tidak mengharap banyak karena sangat mengerti keadaan Ami. Sepeninggal Iman, Ami masih terus meratapi dan merasa Iman hanya pergi jauh. Nanti juga kembali, pikirnya. Di dalam wajah sendunya, tiba-tiba ada seorang pria yang tertarik melihat Ami. Satria namanya (bukan nama sebenarnya). Ia tertarik dengan paras Ami yang manis dan pendiam. Satria pun mencoba mencaritahu tentang Ami dan ia mendengar kisah Ami lengkap dari teman-temannya. Setelah mendapatkan berbagai informasi tentang Ami, ia coba mendekati Ami. Ami yang hatinya sudah beku, tidak peduli akan kehadiran Satria. Beberapa kali ajakan Satria tidak direspon olehnya. Satria pun pantang menyerah, sampai akhirnya Ami sedikit luluh. Ami pun mengajak Satria ke kuburan Iman. Disana Ami meminta Satria minta ijin kepada Iman untuk berhubungan dengan Ami. Satria yang begitu menyayangi Ami menuruti keinginan perempuan itu. Ia pun berdoa serta minta ijin kepada kuburan Iman.
Masa pacaran Ami dan Satria begitu unik. Setiap ingin pergi berdua, mereka selalu mampir ke kuburan Iman untuk minta ijin dan memberitahu bahwa hari ini mereka akan pergi kemana. Hal itu terus terjadi berulang-ulang. Tampaknya sampai kapanpun posisi Iman di hati Ami tidak ada yang menggeser. Tetapi Satria pun sangat mengerti hal itu dan tetap rela bersanding disisi Ami, walaupun sebagai orang kedua dihati Ami. Setahun sudah masa pacaran mereka. Skripsi Ami sudah selesai enam bulan yang lalu dan ia lulus dengan nilai baik. Satria pun memutuskan untuk melamar Ami. Sebelum melamar Ami, Satria mengunjungi kuburan Iman sendirian. Ini sudah menjadi ritual bagi dirinya. Disana ia mengobrol dengan batu nisan tersebut, membacakan yasin, sekaligus minta ijin untuk melamar Ami. Setelah itu Satria pulang, dan malamnya ia melamar Ami. Ami tentu saja senang. Tapi tetap saja, di hati Ami masih terkenang sosok Iman. Ami menceritakan bagaimana perasaannya ke Satria dan bagaimana posisi Iman dihatinya. Satria menerima semua itu dengan lapang dada. Baginya, Ami adalah prioritas utamanya. Apapun keinginan Ami, ia akan menuruti semua itu, asalkan Ami bahagia. Ami pun akhirnya menerima lamaran Satria.
…beberapa bulan setelah menikah…
Di rumah yang damai, terpampang foto perkawinan Ami dan Satria. Tak jauh dari foto tersebut, ada foto perkawinan Ami ukuran 4R. Foto perkawinan biasa, namun ada yang janggal. Di foto tersebut terpampang wajah Ami dan Iman. Ya, Ami yang masih terus mencintai Iman mengganti foto pasangan disebelahnya dengan wajah Iman. Foto itupun terletak tak jauh dari foto perkawinan Satria dan Ami. Sekilas terlihat foto tersebut hasil rekayasa yang dibuat oleh Ami. Namun Satria mengijinkan Ami meletakkan foto tersebut tak jauh dari foto perkawinan mereka. Bagaimanapun Ami tetap akan mencintai Iman sekaligus mencintai Satria, suami tercintanya. Dan Satria merupakan pria yang memiliki hati sejati. Baginya, cinta sejatinya adalah Ami. Apapun yang Ami lakukan, ia berusaha menerima semua keadaan itu. Baginya tak ada yang perlu dicemburui dari batu nisan. Ia tetap menjalankan rumah tangganya dengan sakinah, mawaddah dan warramah, hingga saat ini… Mendengar cerita diatas, terus terang saya merasa sedih, terharu, sekaligus miris. Saya kagum dengan sosok Satria yang ternyata benar-benar mencintai Tante Ami. Saya juga mengerti kepedihan Tante Ami ketika ditinggalkan tunangannya. Tentu rasanya sulit ditinggalkan oleh orang yang sudah membekas dihati. Akankah ada pria-pria seperti Satria? Saya harap semoga banyak pria yang akan tetap setia kepada seorang wanita, menerima mereka apa adanya.

Rabu, 17 Maret 2010

INI TENTANG PERJALANAN

aku..
mengusung tombak berujung dendam
lelah menikam langit malam
menantang terik menggurat jumlah jejak
jemari ini penuh jelaga
dari renta kemarahan

di padang ini aku terjaga
di rimbun rerumputan
tak ada lagi pertanda
ini rupanya
tanah istirah
bagi mimpi yang telah lelah

tak ada batang-batang tumbang
maka tajam bebatuan
kepadanya patahan tombak aku titipkan
aku hendak rebah
meniduri mimpi masa silam
yang lama terabaikan

gemuruh angin
membawa kabar tentang laut
tentang pantai yang jauh aku tinggalkan
tentang diam sampan seludang
yang terburu aku tambatkan
perahu itu biar menunggu
pahit luka masih terlalu nyata

Sabtu, 06 Maret 2010

Demokrasi Di Indonesia

Demokrasi di Indonesia adalah sistem politik yang kompatibel dengan keragaman suku bangsa, budaya, adat dan agama masyarakat, namun pelaksanaan demokrasi tersebut di Indonesia, masih dimaknai sebatas prosedural. Padahal kualitas demokrasi tidak menjawab keinginan rakyat dengan maksimal.
Demikian dikatakan Ketua DPD Irman Gusman dalam seminar nasional Mencari Pasangan Gubernur Sumbar yang Ideal yang diadakan LKBN Antara dan sejumlah kampus di Padang, Sabtu (6/3). "Pemilu presiden dan wakil presiden langsung serta pemilu kepala daerah sering kali dianggap sebagai prestasi dan keberhasilan demokratisasi. Kita sering terjebak pada dasar pemahaman itu," tuturnya.
Munculnya kecenderungan turunnya partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah, menurut Irman, karena democratic performance belum maksimal dalam menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan sesuai harapan masyarakat.
"Fenomena tersebut seharusnya tidak terjadi karena pemimpin di era sekarang mendapat mandat langsung dari rakyat. Namun, kenyataannya sistem demokrasi langsung belum berbanding lurus dengan kepuasan publik," kata Irman.
Terkait dengan pemimpin Sumbar ke depan, menurut Irman, harus mampu mengubah brain drain menjadi brain circullation dan brain gain seperti yang terjadi di China, Taiwan, India dan Israel.
Mendagri Gamawan Fauzi yang berbicara dalam acara serupa mengatakan sejak disahkannya PP Nomor 19 tahun 2010, kewenangan gubernur menjadi lebih kuat. Meski UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sudah mengatur fungsi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah yang memiliki kewenangan pengawasan, koordinasi,dan pembinaan.

"Namun kewenangan tersebut masih terbatas, beberapa kasus di Indonesia masih ditemukan bupati/ wali kota yang mengabaikan keberadaan Gubernur karena merasa dirinya dipilih oleh masyarakat," papar Gamawan.
Menurut mantan Gubernur Sumbar itu, otonomi daerah tidak lahir sendiri tapi diberikan pemerintah pusat. "Otonomi daerah merupakan pemberian kewenangan dari pemerintah pusat kepada daerah. Jika otonomi merupakan pemberian, tentu harus mau diatur oleh yang memberikan kewenangan.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peratura
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pili kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).